Pentingnya Belajar Sabar Bareng Anak Sedari Dini

Mom

Bagikan:

Bagikan ke Facebook
Bagikan ke Whatsapp
Salin LinkSalin Tautan
parenting sejak dini

parenting sejak dini

Pernahkah mengalami saat dimana orang tua meminta anak sabar, padahal kita sendiri juga masih tidak sabaran? Padahal, kualitas tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh orangtua. 

Anak harus dilatih dengan cara yang sentimental agar dapat mengontrol  kemauan serta menahan emosi.

Seperti yang dikatakan Psikolog Klinis Anak dan Remaja, Stella Vania Puspitasari, M.Psi, Psikolog saat IG Live bersama OMO Healthy Snack.

Ada sebuah istilah dalam psikologi, bernama Delay Gratification yang berkaitan dengan latihan menahan kemauan dan kepuasan. Delay gratification ini adalah kemampuan atau kesediaan seseorang yakni anak untuk menunggu sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya agar dia dapat mendapatkan hadiah yang lebih besar sesuai yang diinginkan.

Kenapa penting?

Sabar adalah salah satu kemampuan untuk menunggu, menahan atau dalam psikologis sendiri berarti menunda.

Baik menunggu kapan boleh jajan, menunggu kapan hadiah ulang tahunnya boleh dibuka, sampai menunggu kapan ia bisa bermain diluar rumah dengan teman adalah hal yang sangat sulit dilakukan oleh si kecil.

Oleh karena itu, mengajarkan kesabaran anak sangatlah penting dan hal ini bisa mulai orang tua kenalkan sejak ia berusia balita. Tujuannya, tentu agar anak dapat mengembangkan rasa toleransinya agar bisa lebih bersabar. Sehingga nantinya mereka tak akan mudah bertindak gegabah ketika menghadapi hal semacam ini di masa depan. Bagaimana cara melatih kesabaran anak? Berikut tips dari Stella Vania Puspitasari, M.Psi, Psikolog :

1. Ajak Komunikasi

Kita bisa mengajak anak tenang, tarik nafas beberapa kali.

Bunda bisa menanyakan apa mau anak, jika dirasa perlu dilarang, berikan alasan dengan jelas.

Anak belum bisa menangkap semuanya secara gamblang, jadi perlu diberi pemahanan dengan baik.

 

2. Ajak Untuk Bernegosiasi

Ketika si kecil dalam situasi yang tidak kondusif, orang tua juga perlu mengalihkan perhatian.

Salah satunya dengan mengajaknya untuk melakukan kegiatan lain.

Secar fisik, ini efektif karena anak bisa berpindah pada situasi sebelumnya.

Bisa dimulai secara perlahan, karena kemampuan menunda kepuasan ini adalah pelajaran sepanjang hidup. Meski masa kritisnya paling ideal di usia anak 4-6 tahun, saat si kecil sudah mulai bisa diajak kompromi.

Berbeda dengan anak usia batita, secara perkembangan usia tersebut sedang dalam mengembangkan otonomi rasa bahwa ‘AKU BISA SENDIRI’. Jadi bisa muncul perilaku negatif untuk mudah mengatakan ‘TIDAK’ dengan

Tidak ada salahnya jika usia batita, bisa diajari sedikit-sedikit untuk menunda kepuasan dengan cara sederhana meski dengan hasil yang tidak maksimal.

 

3. Perlu Adanya Komitmen dan Kerjasama

Tidak hanya komunikasi dan negosiasi, diperlukan juga komitmen dan kejasama antara orang tua dan anak.

Anak perlu diberitahu kenapa orang tua memberi batasan-batasan.

“Orang tua terkadang asal melarang, namun tidak menjelaskan alasannya. Anak tidak bisa membayangkan yang abstrak, dan menangkap dengan mudah. Perlu dijelaskan dengan detil, “ ungkapnya.

Lebih lanjut dijelaskan, jika yang pertama kali ditangkap oleh anak bukan kata-kata marah dari orang tua, namun nada suara atau cara penyampaiannya. Jadi kalau misalnya nada suaranya terdengar tidak enak untuk anak, mungkin kata-katanya tidak akan diingat bahkan dipahami. 

Pentingnya kerjasama antara ayah dan ibu. Butuh kerjasama dengan orang lain juga bisa dalam lingkup keluarga.

Jika orang tua sedang sibuk, anak juga bisa kita berikan kegiatan sendiri, anak diberi waktu untuk bermain namun masih dalam pantauan Bunda. Minta tolong orang lain juga dalam membimbing anak.

 

4. Refleksi

Tidak ada salahnya saling bertanya antara anak dan orang tua tentang arti sabar.

Menanyakan arti sabar ke anak, dan menanyakan apa ayah atau ibu sudah sabar untuk si kecil?

Ketika sabar disaat seperti apa?

Orang tua juga perlu merefleksikan diri apakah sudah cukup sabar ke anak.

Dan sebaliknya apakah anak sudah sabar dengan menilainya dengan menggunakan angka 1-5, di angka berapa dia sudah sabar.

Selain itu, diisituasi seperti apa anak tidak sabaran atau mudah ‘ngambek’. Anak dan orang tua bisa berkomunikasi bersama untuk saling menilai.

Inilah salah satu kesempatan untuk bisa merefleksikan diri sejauh mana orang tua dan anak sabar.

Nah, itulah 4 hal yang perlu diperhatikan untuk menghadapi rasa tidak sabar anak.

Di bawah ini Stella Vania Puspitasari, M.Psi, Psikolog juga membagikan tips untuk orang tua agar tidak mudah melampiaskan kemarahan kepada anak :

 

STOP

  1. Stop untuk berhenti dari kegiatan kita
  2. Tenangkan diri dulu, orang tua bisa tarik nafas dulu atau minum segelas air putih
  3. Observasi perasaan atau situasi yang terjadi saat itu 

‘Kenapa Ayah atau Ibu teriak ke anak? Apakah karena Kaget, atau Kesal atau Marah? Atau ada rasa takut anak terluka?’

  1. Pikirkan baik-baik, langkah apa yang diambil setelah ini

Ayah atau Bunda perlu marah ngga ya? Ataukah diam dulu lalu baru mengajak anak berbicara.